Friday, 14 June 2013

Sebuah Apresiasi "Kecil".. Untuk Perekonomian Kecil.. Dg Multiplier Efek yg Besar.. =)



Wahh, rasanya hampir tiap hari posting di blog, baik di www.memoarbunda.blogspot.com maupun www.duniakita15.blogspot.com >.< It means im in galau mode T.T Dua minggu tak bertemu Almandaffa. Lantaran kehabisan tiket bus maupun kereta (sedang musim libur sekolah). Mepet sih saia pesan tiketnya, maklum akibat ketidakjelasan info kuliah. :’(

Anyhow, now i just wanna share whats on my mind. Terbersit, ingin bercerita pengalaman pribadi, yang maybe it can change Indonesia especially in informal bussines. If we do it together, you, me, us, we. Berawal dari obrolan ringan dengan teman sebangku saat kuliah SPK (Seminar Pemberantasan Korupsi). Tentang dia yang serba dilema dalam memberikan sedekah kepada para pengemis maupun pengamen. Tentang betapa diberdayakannya anak2 di bawah umur untuk mengemis. Tentang “malas”nya pemuda pengamen itu untuk sekadar mencari kerja yang lebih baik, dst.

Saya juga hanya bisa mendengar saksama curahan hatinya. Sambil menimpali: kalau sudah niat sedekah, tak usah lah diungkit untuk siapa dan bagaimana, jika enggan memberikan pada pengemis/pengamen its ok, thats our choice. Masalah pahala, ya siapa yang tau, tergantung niat dalam hati dan keikhlasannya.

Sebenarnya masalah sosial ini pun adalah penumpukan dari ketidakpedulian kita juga, sebagai sesama saudara maupun masyarakat. Yang seharusnya, kita membantu mereka keluar dari pekerjaan tersebut, memberikan pekerjaan dan pelatihan ketrampilan yang layak. Membangun mentalnya agar menghargai suatu kerja keras dari usaha, bukan menadahkan tangan mengharap iba manusia lain. Juga turut serta peran pemerintah di dalamnya, melalui Kementrian Sosial dkk, agar terjadi pemerataan pembangunan dan tercipta lowongan pekerjaan bagi mereka. Sayangnya, kita pribadi –termasuk saya- kadang terlalu larut akan masalahnya sendiri dan kepentingannya masing2. :’(
------------

Lalu pikiranku melayang tak tentu arah. Menerawang, berandai-andai. Indonesia sebenarnya adalah negara yang cukup “kuat” di tengah krisis yang melandanya. Ketika tahun 1998, ataukah saat terkena dampak krisis Amerika Serikat maupun kawasan Eropa. Hal ini karena disokong oleh buanyaakknya wirausaha bisnis informal yang terus bergerak. Dan dari kegiatan ekonomi rakyat2 kecil itulah salah satu hal yang terus menggerakkan denyut nadi perekonomian.

Sekilas bercerita tentang keadaan di rumah mertua di Magelang. Dimana selalu terjadi jual beli antar sesama tetangga. Seperti ibu saya yang jual barang kelontong sehari2, dg pembelinya ialah para penjual gorengan, mie ayam, bakso, bakmi jawa, dkk. Nah, gorengan, bakso, mie ayam dkk itu pun dijajakan hanya seputar kampung saja, dan laris manis, ibu saya termasuk salah satu pembeli setianya. Artinya apa? Terjadi perputaran uang yang cukup besar, diputar dalam satu kampung tersebut, dan pada akhirnya dapat memberikan laba ke masing2 keluarga, menghidupi keluarganya. Itu hanya saya contohkan di kampung kecil 1 RW saja, nah bagaimana jika dalam lingkup se-Indonesia? Mantap bukan?

Namun sayangnya, para “pebisnis” informal tersebut kadang kurang diapresiasi oleh masyarakat kebanyakan. Dimana seperti kita tahu, masyarakat kita pada umumnya, cenderung lebih suka shopping di mall, hypermarket, dan cafe/restoran yang ternama. In this case, Magelang yang baru saja dibangun mall pertamanya: Armada Town Square saja, plus keberadaan Indomaret-Alfamart saja, sudah cukup terasa dampaknya bagi kalangan penjual kecil. Ibu mertua dan tetangga pun kadang berkeluh kesah pada saia. *Err,,lebih tepatnya saia pendengar pasif saja.. #nguping sambil momong anak :D Dengan keberadaan gerai2 perusahaan mapan tersebu, juga berdampak pada masyarakat kecil, terutama penjaja makanan jadi dan kelontong. 

Sudah sering, saya membiasakan untuk mengapresiasi mereka, salah satunya dengan mengucap terima kasih yang tulus *sambil tersenyum maniss ya... ^_^ dan memberikan tips sebagai reward/apresiasi bagi mereka. Hal ini untuk memberikan suntikan semangat bagi mereka untuk bertahan di kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini. Ucapan terima kasih saja sudah sangat senang, mengingat jaman sekarang sudah jarang sekali orang mempraktekkannya.

Harapan saya, hal tersebut dapat  memberikan efek surprise bagi mereka, diharapkan mereka semakin semangat bekerja dan meningkatkan level usaha/pelayanannya menjadi lebih tinggi dan baik. Dengan “apresiasi” tersebut, mereka akan berpikir: “apa yang telah saya lakukan sehingga mendapat uang lebih?” Ini akan menstimulasi mereka mengevaluasi pekerjaan dan usahanya sehingga diharapkan dapat memberikan ide untuk berusaha yang lebih baik lagi demi mendapatkan penghargaan lainnya dari pelanggan.
------------

Seribu duaribu rupiah, mungkin bagi kita tak ada artinya, kadang hanya terbuang untuk jasa parkir. Tapi bagi mereka para penjual informal, hal tersebut sangat berarti. Yuk, mulai kita biasakan, dan tularkan ke yang lain, “ekonomi apresiasi” ini sebagai semangat kebersamaan dan gotong royong ekonomi yang sekarang sudah terkikis oleh budaya materialis dan individualis. :’( Penjual koran, tukang sayur, penjual kerupuk, penjaja camilan, penjual bakso keliling, tukang bersih toilet mall, dll. Belanja di mall, cafe, dan sekelompok ekonomi kapitalis besar pasti merogoh kocek banyak dan kita tak pernah menawar, masak sama pedagang kecil, yang kadang hanya ambil laba sedikit, kita masih tega menawar? ^^ *emak2banget ini.. :p

Jika ada 1 juta saja masyarakat Indonesia mau berperan aktif (0,4%) melakukannya, dengan tips hanya Rp 1000, maka akan beredar apresiasi Rp 1 milyar ke wirausaha kecil tersebut. Hal ini akan sangat membantu mereka menyekolahkan anak-anak dan menabung walau tidak seberapa. *Well, semoga uangnya bukan untuk mengepul asap aja.. (baca: rokok) hehe.. :p

“Ekonomi apresiasi” ini (sejak kapan saia jadi pake istilah ini? ^^) lebih bermanfaat dan berguna daripada sekadar diberikan pada pengemis di pinggir jalan (bukan berarti saia melarang utk memberi pengemis ya, saia juga sering kasih ke pengemis kok, tapi liat2 orangnya.. :p) karena akan merangsang golongan ekonomi lemah untuk berusaha daripada tidak berbuat apa-apa. Jangan pelit untuk senyum dan bilang terima kasih, dan berkata: “ambil saja kembaliannya, bu”, “buat bapak saja kembaliannya”, bila berhadapan dg pelaku usaha kecil. Hal ini pasti membuat mereka surprise, tersenyum dan kembali bersemangat untuk berusaha lebih baik lagi. Siapa tahu mereka juga akan tertular, ketika membeli barang ke rekan sesama “pengusaha kecil”: mengapresiasi mereka, minimal mengucapkan terima kasih dan senyum. Juga tips.

***Sebuah catatan harian absurd, tanpa referensi, hanya sekadar berandai, dan sebuah ke-optimis-an untuk merubah Indonesia lebih baik, setidaknya mulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar saia. Semoga bisa memberikan semangat ke temen2 untuk melakukan hal yang sama.. =) #kayak ada yang baca aja,,wkwkwkwkk...
***Still,, i miss my Almandaffa.. =’( #sabar,kuatkan mental... >_<

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...