Karena weekend kemarin gagal pulang ke Magelang lantara
kehabisan tiket kereta dan bus, akhirnya saia galau luntang lantung di kosan. Serasa
sangat lama menghabiskan liburan dua hari hanya sendirian di Jakarta. Akhirnya pelampiasannya
ialah mengikuti semua acara yang ada di kampus yang diadakan kemarin Sabtu dan
Ahad. Wkwkwk..
Kebimbangan terjadi ketika hari Ahad ada dua acara, sama2
menariknya. Yang satu, di Masjid Bintaro Raya, pengajian yang diisi oleh Aa’
Gym dan Ustad Yusuf Mansyur. Yang kedua,
acara kampus penyambutan jamaah baru MBM, diisi oleh Mas Salim Darmadi dan Pak
Ahmad Gozali, seorang financial planner. Tapi akhirnya, karena di tengah
sarapan ketemu mas Fery, terbujuklah saia menghadiri pertemuan MBM hehhe..
*alesannya: males ke Masjid Raya Bintaro, ga ada temen, n masih nyari2 dimana
masjidnyahh,, :p hadeeuuhh...saia ga banget yakk.. >.<
Nah disini saia hanya mau sharing report aja tentang kajian
MBM, terutama mengenai financial planning yang disampaikan oleh Pak Ahmad
Gozali. Siapa tahu bermanfaat dan menambah ilmu kita. Yang kadang, kita telah
menerapkan semua penjelasan beliau. Saia pun kaget ternyata dengan naluri
manajemen keuangan saia sendiri, saia sudah 85% menjalankan semua tips keuangan
beliau. Yuk disimak lebih lanjut.. =) *Saia hanya menuliskan poinnya saja
yaa,...secara garis besar.
Who is Mr. Ahmad Gozali?
Woohoo..di awal perkenalan, ternyata gak nyangka jika ternyata Ahmad Gozali merupakan alumni STAN. Tepatnya, STAN angkatan 1998. Tapi pada akhirnya, di tengah beliau bekerja, akhirnya memutuskan keluar PNS karena bukan passionnya dan akhirnya kini bekerja sbg konsultan keuangan di Safir Senduk dan rekan. Ia sudah menelurkan beberapa buku tentang mengelola keuangan, diantaranya yang terakhir ialah Aisyah Ma’isyah dan Habiskan Saja Gajimu.
Woohoo..di awal perkenalan, ternyata gak nyangka jika ternyata Ahmad Gozali merupakan alumni STAN. Tepatnya, STAN angkatan 1998. Tapi pada akhirnya, di tengah beliau bekerja, akhirnya memutuskan keluar PNS karena bukan passionnya dan akhirnya kini bekerja sbg konsultan keuangan di Safir Senduk dan rekan. Ia sudah menelurkan beberapa buku tentang mengelola keuangan, diantaranya yang terakhir ialah Aisyah Ma’isyah dan Habiskan Saja Gajimu.
Disiplin Mengelola Gaji
Beliau menekankan untuk disiplin dalam pengeluaran. Kebanyakan keluarga ketika menerima gaji, mereka mengeluarkan ke pos2 pengeluaran yang sudah ditentukan. Dan jika di akhir bulan ada sisa, maka sisanya ialah untuk ditabung. Itu adalah salah kaprah. Kita harus mengubah mindset dan cara kelola. Bahwa tabungan itu bukan dari “sisa” gaji di akhir bulan, namun harus ditabung di awal terima gaji, baru sisanya dialokasikan ke pos2 anggaran lain. Akan lebih baik jika rekening khusus untuk menabung itu dipisahkan dari rekening untuk belanja/pengeluaran. :) *Yup, yg ini udah dijalankan.. ^_^
Beliau menekankan untuk disiplin dalam pengeluaran. Kebanyakan keluarga ketika menerima gaji, mereka mengeluarkan ke pos2 pengeluaran yang sudah ditentukan. Dan jika di akhir bulan ada sisa, maka sisanya ialah untuk ditabung. Itu adalah salah kaprah. Kita harus mengubah mindset dan cara kelola. Bahwa tabungan itu bukan dari “sisa” gaji di akhir bulan, namun harus ditabung di awal terima gaji, baru sisanya dialokasikan ke pos2 anggaran lain. Akan lebih baik jika rekening khusus untuk menabung itu dipisahkan dari rekening untuk belanja/pengeluaran. :) *Yup, yg ini udah dijalankan.. ^_^
Kurang Latte Factor
Apa sih Latte factor itu? Pertama kali dengar kata Latte, langsung mengingatkan saia pada kopi. Memang, istilah ini diperkenalkan oleh David Bach, penulis buku mengenai personal finance. Istilah ini diambil dari kebiasaan orang Amrik yang setiap pagi selalu berangkat ke kantor/sekolah, selalu membeli kopi di gerai kopi, seperti St**bucks contohnya :p Padahal jika kebiasaan ini dihilangkan, atau misal, kita cari alternatif lain seperti membuat kopi sendiri, kita bisa menghemat uang yang cukup banyak. Beli di gerai kopi bisa menghabiskan minimal 20ribu, buat sendiri maksimal 3ribu, dengan rasa yang..yaa..tak jauh beda. :p
Apa sih Latte factor itu? Pertama kali dengar kata Latte, langsung mengingatkan saia pada kopi. Memang, istilah ini diperkenalkan oleh David Bach, penulis buku mengenai personal finance. Istilah ini diambil dari kebiasaan orang Amrik yang setiap pagi selalu berangkat ke kantor/sekolah, selalu membeli kopi di gerai kopi, seperti St**bucks contohnya :p Padahal jika kebiasaan ini dihilangkan, atau misal, kita cari alternatif lain seperti membuat kopi sendiri, kita bisa menghemat uang yang cukup banyak. Beli di gerai kopi bisa menghabiskan minimal 20ribu, buat sendiri maksimal 3ribu, dengan rasa yang..yaa..tak jauh beda. :p
Pokoknya pengeluaran yang “remeh-temeh” yang kurang penting,
bisa dihindari/diminimalisir/dicari subtitusi yang lebih hemat. Nah, kita cari
tahu masing2, ada gak sih Latte Factor di diri kita? Misal, suka beli minuman
kemasan (mineral, teh, softdrink), atau suka beli es krim, rokok, dll. *Saia sih sampe skarang belum nemuin di diri
saia, lha beli2 jarang. Tapi kebiasaan saia, sekali belanja kebutuhan setahun
sekali, harga sangat murah dr pasaran sih, tapi sekalinya beli buanyaakk,
ahahah..buat persediaan setahun, ex: baju anak :p yg ini bukan faktor latte
namanya. ^_^
Kebutuhan vs Keinginan
Benar2 harus memilah, mana kebutuhan kita, dan mana kebutuhan yang hanya berdasarkan keinginan. Kalau perlu dibuat kuadran: penting, prioritas, kurang penting, dan kurang prioritas. Dan penentuannya harus berdasar pemikiran jernih, bukan pemikiran yang diliputi hasrat.
Benar2 harus memilah, mana kebutuhan kita, dan mana kebutuhan yang hanya berdasarkan keinginan. Kalau perlu dibuat kuadran: penting, prioritas, kurang penting, dan kurang prioritas. Dan penentuannya harus berdasar pemikiran jernih, bukan pemikiran yang diliputi hasrat.
Nahh kalau yang ini memang cukup susah yah.. :) Kadang kita
kalau sudah atas nama hobi, suka, demen, maunya yang itu dan harus itu, membawa
nama gengsi, maunya merk yang branded, yaa..susah. Hehehe.. Penyuka fotografi,
bisa sampai menghabiskan belasan hingga puluhan juta untuk membeli kamera,
lensa2, tripod, dkk. Penyuka moge (motor gede) juga maunya ya harus motor gede,
gengsi donk masak pakai motor bebek >.< Atauu,,kebiasaan cewek pada
umumnya, yang sudah ngiler dan mupeng kalau melihat barang lucu, unik,
nyentrik, aneka fashion etc. *untungnya
saia termasuk cewek pada khususnya, wkwkwk.
Diilustrasikan oleh Ahmad Gozali suatu contoh: ada tiga
pilihan à
motor bebek, motor bebek kopling sekelas satria, motor cowok yang keren. Dari
ketiganya, memiliki fungsi, kelebihan dan kekurangan yang mirip : sama2 cuma bisa
dinaiki dua orang; sama2 tak bisa melindungi dari panas maupun hujan; mirip
dalam pengeluaran bensin untuk satu liternya. Mungkin perbedaannya hanyalah
pada performa dan kestabilan ketika ngebut/jalan jauh antar kota. Naahh,,namun
kadang sebagian lelaki (apalagi yg bertampang pas2an,heheh *piss) lebih memilih motor cowok:
keliatan keren, macho, menang gengsi. Padahal kebutuhan mereka hanya untuk
muter dalam kota, itupun ddengan jalanan yang kadang macet. ^^
Jadi secara akuntansi, kita jurnal:
Motor 12juta
Gengsi 10juta
Cash 22juta
Huehehe,, beginilah mahasiswa akuntansi tulen,, kasih contoh pakai jurnal segala :p Hanya mengilustrasikan, bahwa harga “sebenarnya” motor ialah 12juta, dengan membawa harga gengsi sebesar 10juta.
Satu quote yang menarik dari dulu ngena banget buat saya: Menjadi kaya itu memang penting. Namun terlihat kaya itu
tidak penting. Ya,, kadang orang sibuk memoles diri dan kepunyaannya
agar terlihat kaya, dipandang dan menaikkan status sosialnya. Namun kadang di
balik itu semua, orang jungkir balik kerja keras untuk membiayai gaya hidupnya
tersebut. Jadilah orang yang sederhana, itu akan lebih membahagiakan. =)
>> Sambung ke part dua ya, biar gak kepanjangan.
0 comments:
Post a Comment