Monday, 17 June 2013
Mengelola Keuangan Scara Bijaksana (^o^)b [Part 2]
Bentuk Dana Cadangan
Mengelola Dana Sebagai Investasi
Saya ilustrasikan dengan pelajaran Mankeu akuntansi ya,hehehe.. *mahasiswa akuntansi sejati neh,wkwkwk :
Langkah Memulai Investasi “Pasif”
Tapi yang saya tekankan disini, terserah kita mau investasi sektor riil atau bukan, yang penting harus dipahami bahwa setiap keputusan pasti ada risikonya. Mengutip pelajaran Manajemen Keuangan, tentang risk return trade off, bahwa high risk-high return dan slow risk-slow return. Jadi ya, bijak dan hati2lah dalam berinvestasi. Kadang orang sudah tergiur akan banyak motivator tentang beli properti gratis, berkebun emas, asuransi unit-link, dll yang hanya melihat dari sisi manisnya, kurang mempelajari dari aspek risikonya. Banyak yang sudah jatuh ke jeratan hutang, stres dan kekecewaan akibat kurang mempelajari lebih mendalam. :’(
Tentukan Tujuan Investasi
Bermacam Jenis Investasi
Mengenal Sekejap Asuransi
Nah “sesuatu” yang diasuransikan, bisa seperti: Jiwa, Kesehatan, Kecelakaan, maupun Harta Benda. Yang perlu digarisbawahi ialah, jangan membeli produk asuransi berdasar emosional, tergiur aneka fasilitas/gambaran investasinya, atau karena tidak enak sama yang nawarin,hehe. Apakah benar, kita membutuhkan atau tidak. Pilihlah asuransi berdasar risiko, dan dari risiko tersebut apakah besar/kecil pengeluarannya.
Misal, saia mudah sakit, punya riwayat keluarga sakit a, b, c. Pernah pula sakit d, e, f. Berarti saia sudah jaga2 untuk mengambil asuransi. Namun, penyakit d, e, f itu ialah: pusing, batuk dan pilek. Apakah urgent? Iya, bolehlah, tapi ambil saja asuransi kesehatan yang biasa, atau jika sudah punya Askes, dirasa sudah cukup.
Untuk asuransi jenis unit link, perlu diperhatikan :
Untuk asuransi pendidikan, perlu diperhatikan :
Mengelola Keuangan Scara Bijaksana (^o^)b
Karena weekend kemarin gagal pulang ke Magelang lantara
kehabisan tiket kereta dan bus, akhirnya saia galau luntang lantung di kosan. Serasa
sangat lama menghabiskan liburan dua hari hanya sendirian di Jakarta. Akhirnya pelampiasannya
ialah mengikuti semua acara yang ada di kampus yang diadakan kemarin Sabtu dan
Ahad. Wkwkwk..
Kebimbangan terjadi ketika hari Ahad ada dua acara, sama2
menariknya. Yang satu, di Masjid Bintaro Raya, pengajian yang diisi oleh Aa’
Gym dan Ustad Yusuf Mansyur. Yang kedua,
acara kampus penyambutan jamaah baru MBM, diisi oleh Mas Salim Darmadi dan Pak
Ahmad Gozali, seorang financial planner. Tapi akhirnya, karena di tengah
sarapan ketemu mas Fery, terbujuklah saia menghadiri pertemuan MBM hehhe..
*alesannya: males ke Masjid Raya Bintaro, ga ada temen, n masih nyari2 dimana
masjidnyahh,, :p hadeeuuhh...saia ga banget yakk.. >.<
Nah disini saia hanya mau sharing report aja tentang kajian
MBM, terutama mengenai financial planning yang disampaikan oleh Pak Ahmad
Gozali. Siapa tahu bermanfaat dan menambah ilmu kita. Yang kadang, kita telah
menerapkan semua penjelasan beliau. Saia pun kaget ternyata dengan naluri
manajemen keuangan saia sendiri, saia sudah 85% menjalankan semua tips keuangan
beliau. Yuk disimak lebih lanjut.. =) *Saia hanya menuliskan poinnya saja
yaa,...secara garis besar.
Who is Mr. Ahmad Gozali?
Woohoo..di awal perkenalan, ternyata gak nyangka jika ternyata Ahmad Gozali merupakan alumni STAN. Tepatnya, STAN angkatan 1998. Tapi pada akhirnya, di tengah beliau bekerja, akhirnya memutuskan keluar PNS karena bukan passionnya dan akhirnya kini bekerja sbg konsultan keuangan di Safir Senduk dan rekan. Ia sudah menelurkan beberapa buku tentang mengelola keuangan, diantaranya yang terakhir ialah Aisyah Ma’isyah dan Habiskan Saja Gajimu.
Woohoo..di awal perkenalan, ternyata gak nyangka jika ternyata Ahmad Gozali merupakan alumni STAN. Tepatnya, STAN angkatan 1998. Tapi pada akhirnya, di tengah beliau bekerja, akhirnya memutuskan keluar PNS karena bukan passionnya dan akhirnya kini bekerja sbg konsultan keuangan di Safir Senduk dan rekan. Ia sudah menelurkan beberapa buku tentang mengelola keuangan, diantaranya yang terakhir ialah Aisyah Ma’isyah dan Habiskan Saja Gajimu.
Disiplin Mengelola Gaji
Beliau menekankan untuk disiplin dalam pengeluaran. Kebanyakan keluarga ketika menerima gaji, mereka mengeluarkan ke pos2 pengeluaran yang sudah ditentukan. Dan jika di akhir bulan ada sisa, maka sisanya ialah untuk ditabung. Itu adalah salah kaprah. Kita harus mengubah mindset dan cara kelola. Bahwa tabungan itu bukan dari “sisa” gaji di akhir bulan, namun harus ditabung di awal terima gaji, baru sisanya dialokasikan ke pos2 anggaran lain. Akan lebih baik jika rekening khusus untuk menabung itu dipisahkan dari rekening untuk belanja/pengeluaran. :) *Yup, yg ini udah dijalankan.. ^_^
Beliau menekankan untuk disiplin dalam pengeluaran. Kebanyakan keluarga ketika menerima gaji, mereka mengeluarkan ke pos2 pengeluaran yang sudah ditentukan. Dan jika di akhir bulan ada sisa, maka sisanya ialah untuk ditabung. Itu adalah salah kaprah. Kita harus mengubah mindset dan cara kelola. Bahwa tabungan itu bukan dari “sisa” gaji di akhir bulan, namun harus ditabung di awal terima gaji, baru sisanya dialokasikan ke pos2 anggaran lain. Akan lebih baik jika rekening khusus untuk menabung itu dipisahkan dari rekening untuk belanja/pengeluaran. :) *Yup, yg ini udah dijalankan.. ^_^
Kurang Latte Factor
Apa sih Latte factor itu? Pertama kali dengar kata Latte, langsung mengingatkan saia pada kopi. Memang, istilah ini diperkenalkan oleh David Bach, penulis buku mengenai personal finance. Istilah ini diambil dari kebiasaan orang Amrik yang setiap pagi selalu berangkat ke kantor/sekolah, selalu membeli kopi di gerai kopi, seperti St**bucks contohnya :p Padahal jika kebiasaan ini dihilangkan, atau misal, kita cari alternatif lain seperti membuat kopi sendiri, kita bisa menghemat uang yang cukup banyak. Beli di gerai kopi bisa menghabiskan minimal 20ribu, buat sendiri maksimal 3ribu, dengan rasa yang..yaa..tak jauh beda. :p
Apa sih Latte factor itu? Pertama kali dengar kata Latte, langsung mengingatkan saia pada kopi. Memang, istilah ini diperkenalkan oleh David Bach, penulis buku mengenai personal finance. Istilah ini diambil dari kebiasaan orang Amrik yang setiap pagi selalu berangkat ke kantor/sekolah, selalu membeli kopi di gerai kopi, seperti St**bucks contohnya :p Padahal jika kebiasaan ini dihilangkan, atau misal, kita cari alternatif lain seperti membuat kopi sendiri, kita bisa menghemat uang yang cukup banyak. Beli di gerai kopi bisa menghabiskan minimal 20ribu, buat sendiri maksimal 3ribu, dengan rasa yang..yaa..tak jauh beda. :p
Pokoknya pengeluaran yang “remeh-temeh” yang kurang penting,
bisa dihindari/diminimalisir/dicari subtitusi yang lebih hemat. Nah, kita cari
tahu masing2, ada gak sih Latte Factor di diri kita? Misal, suka beli minuman
kemasan (mineral, teh, softdrink), atau suka beli es krim, rokok, dll. *Saia sih sampe skarang belum nemuin di diri
saia, lha beli2 jarang. Tapi kebiasaan saia, sekali belanja kebutuhan setahun
sekali, harga sangat murah dr pasaran sih, tapi sekalinya beli buanyaakk,
ahahah..buat persediaan setahun, ex: baju anak :p yg ini bukan faktor latte
namanya. ^_^
Kebutuhan vs Keinginan
Benar2 harus memilah, mana kebutuhan kita, dan mana kebutuhan yang hanya berdasarkan keinginan. Kalau perlu dibuat kuadran: penting, prioritas, kurang penting, dan kurang prioritas. Dan penentuannya harus berdasar pemikiran jernih, bukan pemikiran yang diliputi hasrat.
Benar2 harus memilah, mana kebutuhan kita, dan mana kebutuhan yang hanya berdasarkan keinginan. Kalau perlu dibuat kuadran: penting, prioritas, kurang penting, dan kurang prioritas. Dan penentuannya harus berdasar pemikiran jernih, bukan pemikiran yang diliputi hasrat.
Nahh kalau yang ini memang cukup susah yah.. :) Kadang kita
kalau sudah atas nama hobi, suka, demen, maunya yang itu dan harus itu, membawa
nama gengsi, maunya merk yang branded, yaa..susah. Hehehe.. Penyuka fotografi,
bisa sampai menghabiskan belasan hingga puluhan juta untuk membeli kamera,
lensa2, tripod, dkk. Penyuka moge (motor gede) juga maunya ya harus motor gede,
gengsi donk masak pakai motor bebek >.< Atauu,,kebiasaan cewek pada
umumnya, yang sudah ngiler dan mupeng kalau melihat barang lucu, unik,
nyentrik, aneka fashion etc. *untungnya
saia termasuk cewek pada khususnya, wkwkwk.
Diilustrasikan oleh Ahmad Gozali suatu contoh: ada tiga
pilihan à
motor bebek, motor bebek kopling sekelas satria, motor cowok yang keren. Dari
ketiganya, memiliki fungsi, kelebihan dan kekurangan yang mirip : sama2 cuma bisa
dinaiki dua orang; sama2 tak bisa melindungi dari panas maupun hujan; mirip
dalam pengeluaran bensin untuk satu liternya. Mungkin perbedaannya hanyalah
pada performa dan kestabilan ketika ngebut/jalan jauh antar kota. Naahh,,namun
kadang sebagian lelaki (apalagi yg bertampang pas2an,heheh *piss) lebih memilih motor cowok:
keliatan keren, macho, menang gengsi. Padahal kebutuhan mereka hanya untuk
muter dalam kota, itupun ddengan jalanan yang kadang macet. ^^
Jadi secara akuntansi, kita jurnal:
Motor 12juta
Gengsi 10juta
Cash 22juta
Huehehe,, beginilah mahasiswa akuntansi tulen,, kasih contoh pakai jurnal segala :p Hanya mengilustrasikan, bahwa harga “sebenarnya” motor ialah 12juta, dengan membawa harga gengsi sebesar 10juta.
Satu quote yang menarik dari dulu ngena banget buat saya: Menjadi kaya itu memang penting. Namun terlihat kaya itu
tidak penting. Ya,, kadang orang sibuk memoles diri dan kepunyaannya
agar terlihat kaya, dipandang dan menaikkan status sosialnya. Namun kadang di
balik itu semua, orang jungkir balik kerja keras untuk membiayai gaya hidupnya
tersebut. Jadilah orang yang sederhana, itu akan lebih membahagiakan. =)
>> Sambung ke part dua ya, biar gak kepanjangan.
Friday, 14 June 2013
Sebuah Apresiasi "Kecil".. Untuk Perekonomian Kecil.. Dg Multiplier Efek yg Besar.. =)
Wahh, rasanya hampir tiap hari posting di blog, baik di www.memoarbunda.blogspot.com
maupun www.duniakita15.blogspot.com
>.< It means im in galau mode
T.T Dua minggu tak bertemu Almandaffa. Lantaran kehabisan tiket bus maupun
kereta (sedang musim libur sekolah). Mepet sih saia pesan tiketnya, maklum akibat
ketidakjelasan info kuliah. :’(
Anyhow, now i
just wanna share whats on my mind. Terbersit, ingin
bercerita pengalaman pribadi, yang maybe
it can change Indonesia especially in informal bussines. If we do it together, you, me, us, we. Berawal
dari obrolan ringan dengan teman sebangku saat kuliah SPK (Seminar Pemberantasan Korupsi). Tentang dia yang
serba dilema dalam memberikan sedekah kepada para pengemis maupun pengamen. Tentang
betapa diberdayakannya anak2 di bawah umur untuk mengemis. Tentang “malas”nya
pemuda pengamen itu untuk sekadar mencari kerja yang lebih baik, dst.
Saya juga hanya bisa mendengar saksama curahan hatinya. Sambil menimpali:
kalau sudah niat sedekah, tak usah lah diungkit untuk siapa dan bagaimana, jika
enggan memberikan pada pengemis/pengamen its
ok, thats our choice. Masalah pahala, ya siapa yang tau, tergantung niat
dalam hati dan keikhlasannya.
Sebenarnya masalah sosial ini pun adalah penumpukan dari ketidakpedulian
kita juga, sebagai sesama saudara maupun masyarakat. Yang seharusnya, kita
membantu mereka keluar dari pekerjaan tersebut, memberikan pekerjaan dan
pelatihan ketrampilan yang layak. Membangun
mentalnya agar menghargai suatu kerja keras dari usaha, bukan menadahkan
tangan mengharap iba manusia lain. Juga turut serta peran pemerintah di
dalamnya, melalui Kementrian Sosial dkk, agar terjadi pemerataan pembangunan
dan tercipta lowongan pekerjaan bagi mereka. Sayangnya, kita pribadi –termasuk saya-
kadang terlalu larut akan masalahnya sendiri dan kepentingannya masing2. :’(
------------
Lalu pikiranku melayang tak tentu arah. Menerawang, berandai-andai. Indonesia
sebenarnya adalah negara yang cukup “kuat” di tengah krisis yang melandanya. Ketika
tahun 1998, ataukah saat terkena dampak krisis Amerika Serikat maupun kawasan Eropa.
Hal ini karena disokong oleh buanyaakknya wirausaha bisnis informal yang terus
bergerak. Dan dari kegiatan ekonomi rakyat2 kecil itulah salah satu hal yang
terus menggerakkan denyut nadi perekonomian.
Sekilas bercerita tentang keadaan di rumah mertua di Magelang. Dimana
selalu terjadi jual beli antar sesama tetangga. Seperti ibu saya yang jual
barang kelontong sehari2, dg pembelinya ialah para penjual gorengan, mie ayam,
bakso, bakmi jawa, dkk. Nah, gorengan, bakso, mie ayam dkk itu pun dijajakan
hanya seputar kampung saja, dan laris manis, ibu saya termasuk salah satu
pembeli setianya. Artinya apa? Terjadi perputaran uang yang cukup besar,
diputar dalam satu kampung tersebut, dan pada akhirnya dapat memberikan laba ke
masing2 keluarga, menghidupi keluarganya. Itu hanya saya contohkan di kampung
kecil 1 RW saja, nah bagaimana jika dalam lingkup se-Indonesia? Mantap bukan?
Namun sayangnya, para “pebisnis” informal tersebut kadang kurang diapresiasi oleh masyarakat kebanyakan. Dimana
seperti kita tahu, masyarakat kita pada umumnya, cenderung lebih suka shopping di mall, hypermarket, dan
cafe/restoran yang ternama. In this case,
Magelang yang baru saja dibangun mall pertamanya: Armada Town Square saja, plus
keberadaan Indomaret-Alfamart saja, sudah cukup terasa dampaknya bagi kalangan
penjual kecil. Ibu mertua dan tetangga pun kadang berkeluh kesah pada saia. *Err,,lebih tepatnya saia pendengar pasif
saja.. #nguping sambil momong anak :D Dengan keberadaan gerai2 perusahaan
mapan tersebu, juga berdampak pada masyarakat kecil, terutama penjaja makanan
jadi dan kelontong.
Sudah sering, saya membiasakan untuk mengapresiasi mereka, salah satunya
dengan mengucap terima kasih yang tulus *sambil
tersenyum maniss ya... ^_^ dan memberikan tips sebagai reward/apresiasi bagi mereka. Hal ini untuk memberikan suntikan
semangat bagi mereka untuk bertahan di kondisi ekonomi yang sulit seperti
sekarang ini. Ucapan terima kasih saja sudah sangat senang, mengingat jaman
sekarang sudah jarang sekali orang mempraktekkannya.
Harapan saya, hal tersebut dapat memberikan efek surprise bagi mereka, diharapkan mereka semakin semangat bekerja
dan meningkatkan level usaha/pelayanannya menjadi lebih tinggi dan baik. Dengan
“apresiasi” tersebut, mereka akan berpikir: “apa yang telah saya lakukan
sehingga mendapat uang lebih?” Ini akan menstimulasi mereka mengevaluasi
pekerjaan dan usahanya sehingga diharapkan dapat memberikan ide untuk berusaha
yang lebih baik lagi demi mendapatkan penghargaan lainnya dari pelanggan.
------------
Seribu duaribu rupiah, mungkin bagi kita tak ada artinya, kadang hanya
terbuang untuk jasa parkir. Tapi bagi mereka para penjual informal, hal
tersebut sangat berarti. Yuk, mulai kita biasakan, dan tularkan ke yang lain, “ekonomi
apresiasi” ini sebagai semangat kebersamaan dan gotong royong ekonomi yang sekarang
sudah terkikis oleh budaya materialis dan individualis. :’( Penjual koran,
tukang sayur, penjual kerupuk, penjaja camilan, penjual bakso keliling, tukang
bersih toilet mall, dll. Belanja di mall, cafe, dan sekelompok ekonomi
kapitalis besar pasti merogoh kocek banyak dan kita tak pernah menawar, masak
sama pedagang kecil, yang kadang hanya ambil laba sedikit, kita masih tega
menawar? ^^ *emak2banget ini.. :p
Jika ada 1 juta saja masyarakat Indonesia mau berperan aktif (0,4%)
melakukannya, dengan tips hanya Rp 1000, maka akan beredar apresiasi Rp 1
milyar ke wirausaha kecil tersebut. Hal ini akan sangat membantu mereka
menyekolahkan anak-anak dan menabung walau tidak seberapa. *Well, semoga uangnya bukan untuk mengepul
asap aja.. (baca: rokok) hehe.. :p
“Ekonomi apresiasi” ini
(sejak kapan saia jadi pake istilah ini? ^^) lebih bermanfaat dan berguna
daripada sekadar diberikan pada pengemis di pinggir jalan (bukan berarti saia melarang utk memberi pengemis ya, saia juga sering
kasih ke pengemis kok, tapi liat2 orangnya.. :p) karena akan merangsang
golongan ekonomi lemah untuk berusaha daripada tidak berbuat apa-apa. Jangan pelit
untuk senyum dan bilang terima kasih, dan berkata: “ambil saja kembaliannya,
bu”, “buat bapak saja kembaliannya”, bila berhadapan dg pelaku usaha kecil. Hal
ini pasti membuat mereka surprise,
tersenyum dan kembali bersemangat untuk berusaha lebih baik lagi. Siapa tahu
mereka juga akan tertular, ketika membeli barang ke rekan sesama “pengusaha
kecil”: mengapresiasi mereka, minimal mengucapkan terima kasih dan senyum. Juga
tips.
***Sebuah catatan
harian absurd, tanpa referensi, hanya sekadar berandai, dan sebuah
ke-optimis-an untuk merubah Indonesia lebih baik, setidaknya mulai dari diri
sendiri dan lingkungan sekitar saia. Semoga bisa memberikan semangat ke temen2
untuk melakukan hal yang sama.. =) #kayak ada yang baca aja,,wkwkwkwkk...
***Still,, i miss my
Almandaffa.. =’( #sabar,kuatkan mental... >_<
Thursday, 13 June 2013
Daffa: How Are You in There..??? :’)
Daffa Siap Dipaketkan ke Pekanbaru, Kangen Ayah katanya :p |
Terhitung sejak 19 April 2013, Daffa mulai tinggal di
Magelang bersama kakek neneknya. Sudah hampir 2 bulan lamanya. Bagi saya
sendiri, ibunya, waktu 2 bulan itu terasa sangat lama. Bahkan ketika saya pindah
ke Jakarta, bertemu seminggu atau dua minggu sekali. Penantian menuju weekend terasa sangat lama. Waktu memang
sangat relatif ya, tergantung dari segi emosional dan keadaan individunya.. =)
Alhamdulillah, Daffa sejak saya tinggal, menjadi anak
mandiri. Betah sekali di Magelang. Tak pernah rewel mencari ayah bundanya.
Album foto kami, tak pernah luput dari genggamannya. Ketika ia membuka lembar
demi lembar, diciuminya foto kami. Sambil membungkuk seperti orang sujud, ia
bersiap mencium. “Mmuuaacchh..”, bibir mungilnya menyentuh palstik foto, basah.
Begitu berkali2, sambil asik berceloteh. Seakan menceritakan ke simbahnya, cerita
foto Daffa bersama Ayah Bundanya dalam beragam kegiatan. =’)
Almandaffa pun sekarang mempunyai banyak kawan setia. Mengajak
bermain sambil “momong”, karena dalam sekawanan itu, Daffa paling junior. Ada
yang namanya Iwan, Lintang, Fikar, Ihsan, Ivan, Fitra, dan pastinya Oom Opal
(Naufal). Daffa sangat senang menirukan semua gaya teman2nya. Lucu dehh! Tapi
memang perlu dijaga dan diawasi, karena bagaimanapun, anak2 kadang dalam
bermain belum bisa bertanggung jawab. Tak jarang, Daffa hampir disenggol jatuh
ketika lari, dsb. ^^, Tapi, Daffa tak pernah menangis karena itu, terlalu larut
dan asik saat bermain. *eerrr,,dan banyak
gerak gak bisa diem,hahaha..
Suka Pakai Tas Sekolah.. ^___^ |
Dalam persoalan makan pun, alhamdulillah, lahap. Sangat. Memang
kondisi daerah cukup mempengaruhi. Magelang, hawanya agak dingin, sehingga
membuat “bernafsu” makan dan merasa mudah lapar. Beda dengan di Pekanbaru yang
sangat panas, yang ada orang merasa haus terus, hehehe.. Plus aktivitasnya yang
tak pernah bisa diam, lari2 mlulu, membuatnya terasa mudah lapar. Jadilah disana Daffa lebih ndut dibanding terakhir di Pekanbaru. ^__^
Kemampuan verbalnya pun meningkat pesat. Sudah belasan kata
keluar dari mulutnya, jelas. Bahkan sudah pintar mengerti maksud kami. Diantara
kata2nya: cicak (kata favoritnya!!), mamam, cucu, ayah, nda (Bunda), kuda,
bebek, penunjuk (itu, ini), mbah, nda aNa, ayah aNNas, bismillah (kurang jelas
tapi), Allahu Akbar (kurang jelas juga), coyat (sholat), angka (1-4), abjad
(a-c), menyebutkan nama2 Oom dan mbah2nya,, Wahh banyak dehh.. :D Setiap minggu
Bundanya pulang, selalu saja ada kejutan kata2 barunya.
Daffa pun sangat rajin membantu simbah2nya. Maklum, di rumah
simbah berjualan di warung. Laris sangat, jarang sepi. Daffa sangat suka menyapu
dan membuang sampah ^^, menimbang beras (hahaha,,), menata dagangan seperti
menara, meminta uang dari pembeli dan memasukkan ke laci (sebel kalau uangnya
diterima simbahnya,hehe..), dan beragam bantuan lainnya, yang sering membuat geleng2
kepala, berasa Daffa sudah besar saja. ^^
Makasih ya sayank, sudah menjadi anak kuat dan mandiri di
sana. Menjadi anak baik yang membantu simbah tersayang. Menjadi anak yang
ceria, aktif, juga sabar ketika Bunda terpaksa tak bisa pulang. Bunda sayank
Daffa. Kamulah yang selalu menjadi motivasi terbesar Bunda, untuk berjuang di
sini. Juga Ayah. Selalu menantikan tiap akhir pekan. Waktu yang sangat Bunda
nanti. Pulang. Bermain bersamamu. Merawatmu. Menjadi seorang ibu, utuh. =’)
Subscribe to:
Posts (Atom)