Well, seperti pemberitaan di berita akhir2 ini. Yang lagi2 menjurus ke kasus korupsi *Padahal masih diselidiki, belum menjadi terdakwa. Yang lagi2 membawa nama korps pegawai direktorat tertentu dan membawa nama sekolah lulusan yang bersangkutan. Yang lucunya disorot hanya lulusan D3nya saja.. Lulusan Sarjana beliau kagak.. Padahal banyak juga loh lulusan Universitas itu yang jadi pejabat/politisi yang terjerat kasus korupsi.. Ada juga malah dosennya yang jadi tersangka kasus cek pelawat.. *Gak bermaksud nge-flame.. :p
Eniwei, saya termasuk dalam bagian Direktorat tersebut dan alumni mahasiswa tersebut. Boleh dibilang, saya sudah ‘bermental baja’ mendengar dan membaca seluruh kritikan pedas. Yang sayangnya cendurung menyerang dan menjelek-jelekkan. Baik di media massa maupun forum.
Saya marah? Tidak juga. Hhehee.. Karena apa yang mereka hujat itu sepenuhnya hanya opini mereka. Hanya keluar dari otak yang penuh kebencian dan prasangka. Karena saya tahu apa yang ada di dalam instansi tersebut, bagaimana proses kuliah tersebut. Dan faktanya? 100% berbeda dari yang mereka sangka. Meski diakui, untuk instansi tersebut, mungkin masih ada beberapa oknum yang memang tak bisa menjaga amanah.
Yang justru membuat saya geram, justru medianya. Yang harusnya memberikan pemberitaan yang netral dan bertanggung jawab, justru terkesan memojokkan dan menyerang. Tanpa cover both side. ^^ Bukan hanya kasus ini, tapi kasus2 lainnya juga. Cenderung menyerang dan menghujat pemerintah, membuat berita yang lebay tapi setelahnya terlupakan. *Karna ada berita lain yg lebih heboh,hahaha... Ya, maklumlah, sama2 kita tahu, owner-nya juga berkecimpung di politik. *Jadi kangen TVRI yah..hehehe. Sebenarnya masih banyak insan wartawan dan pertelevisian yang masih amanah. Sehingga banyak kasus wartawan berbondong2 keluar dari tempat kerjanya karena sudah tak sesuai hati nurani mereka. Tapi ada juga yang berusaha bertahan, berharap ada perbaikan di dalamnya, salah satunya Lutviana dari Metro TV. : )
Demikian pula kami. Kami juga bertahan dan terus berjuang. Agar upaya reformasi birokrasi yang telah kami jalankan, berbuah manis dan bisa menjadi contoh departemen lain bahwa kita bisa. Kita bisa memerangi korupsi, nepotisme, bekerja secara profesional dan amanah. Dari beberapa kasus ini, sebagai refleksi diri bahwa kita harus terus belajar dan memperbaiki sistem. Ini bukan kegagalan. Namun proses pembelajaran.
Ohya, jika mendengar orang beropini tentang Direktorat Jenderal Pajak, alangkah lebih baik, jika Anda mendengarnya dari orang yang SECARA LANGUNG berhubungan dan bekerja dengan instansi tersebut. Misal saja, bendaharawan kantor, financial accounting perusahaan, maupun orang yang langsung mendaftar NPWP. Tanyakan pada mereka, apakah dalam pelayanannya mengutip ‘uang jasa’? Apakah pernah pegawainya meminta untuk ‘kongkalikong’ mengelapkan pajak? Bagaimana proses pembayaran pajaknya? *Tentunya lewat BANK dan masuk ke kas negara.. ^^ Bagaimana jam kerja mereka, yang bekerja dari pagi hingga larut sore? Bagaimana perbedaan sebelum dan setelah remunerasi? Bagaimana tanggapan/proses pajaknya? *Pasti ada SOPnya, dan ada KEPASTIAN proses selesai kapan. Dari merekalah akan kita temui jawaban yang cukup objektif.
Bukan opini dari para karyawan/pekerja yang hanya tahu uangnya langsung dipotong, tanpa tahu prosesnya bagaimana. Atau bahkan orang yang punya NPWP pun tidak. Tapi sikapnya sudah skeptis dan dihinggapi mind blocking, sehingga penilaiannya cenderung subyektif dan berprasangka. Saringlah segala informasi media dan berpikirlah secara bijaksana.
Last, jika Anda melihat ada pegawai yang meminta ‘tanda jasa’ atau penyelewengan lainnya, silahkan hubungi 500200 :D Tentunya harus dengan bukti yang relevan, sehingga diharapkan tidak menjadi fitnah. : )
*Saya bangga menjadi bagian dari instansi ini. Dan mengutip kata2 suami, “Saya terlanjur jatuh cinta dengan instansi ini.” :’)