Jadi, perlulah bagi kami, sepasang suami istri, memegang suatu aturan tak tertulis apabila salah satu dari kami, sedang emosi, marah ataupun sebal. Hohoo.. Meski pada praktiknya, selama 1,5 tahun berjalan, Alhamdulillah sampai saat ini tak pernah ada amarah/emosi diantara kami.. :D (Yang ada saia pura2 merajuk,hehehe..cari perhatian githu.. :p) Justru setiap detik dibumbui dengan candaan agak garing dan tawa renyah.. :) Beginilah kalo dua orang yang sering ga serius (humoris garing), gebleg n berjiwa muda.. *halaahh.. And here they are our MoU (Memorandum of Understanding ^^) in controlling our anger and emotion.
1. Jika Bertengkar/Marah, Tak Boleh Berjamaah : )
Yap,,cukup seorang saja yang marah/emosi (Seorang saja sudah membuat rumah menjadi ‘meriah’, apalagi kalau dua..hehee). Dan seorang lainnya sebagai pendengar uneg2 kemarahannya, apa yang ingin ia luapkan sampai plong. Begitu selesai, barulah pihak satunya yang mengeluarkan uneg2nya. ^^ Dan saia sangat salut, Ayah adalah tipe orang yang kuat, yang mampu menahan amarahnya, tak hanya pada saia, tapi juga orang lain. Ia sangat jarang sekali marah. ^^ (Belum pernah lihat Ayah marah...) Luv u much,,hunn...
2. Marah Hanya Untuk Persoalan Itu saja, Jangan Ungkit Yang Telah Lalu
Jadi, setelah marah, janganlah diungkit2 lagi untuk keesokan harinya. Marahlah untuk kesalahan satu masa itu, karena kita tidak hidup di masa lalu, namun kita adalah milik hari ini.. : ) *Tapi kadang saat bercanda,,saia kadang ngejek Ayah tentang kesalahan masa lalu (gomenasaiii..hunn..), misal sangat terlambat pulang tanpa kasih kabar dan membuat saia khawatir, lalu merajuk deh. Tapi merajuk itu, adalah ungkapan rindu yang amat sangat sama Ayah dan kekhawatiran berlebih sama Ayah kok.. hehehe.. (Saia merajuk juga cuma bertahan 5 menit,,hehe.. Ga bisa menahan ketawa sama ngobrol dengan Ayah,, ^^)
3. Marah Tanpa Melibatkan Keluarga dan di Depan Anak
Ketika marah, cukuplah marah hanya kepada kesalahan pasangan saja, jangan merembet membawa-bawa keluarga, ikut menyalahkan orang tua atau kakak adiknya misalkan. Persoalan justru akan makin rumit dan memanas jika hal tersebut terjadi. Karena bagaimaapun, kita/pasangan hidup jauh lebih lama dengan keluarganya dan pastilah menyayangi keluarganya lebih dahulu dibanding kita (ya iyalah, ketemu kita pas sudah dewasa, bareng keluarga sedari kecil). So, hargai itu. Andai ada hal yang menyangkut keluarga, biarlah kita menjadi penasihat (saat kepala sudah dingin) dan pihak penegur adalah yang memiliki keluarga tersebut. (Belibet ih njelasinnya, But I hope all the readers get my point.. :D)
Perihal marah jangan di depan anak,,wahh itu sudah mutlak. Tak perlu dijelaskan panjang lebar, pastilah teman2 juga setuju, bukan? :D Karena anak kami, adalah buah kasih, buah cinta kami. Bukan buah kemarahan/kebencian. Dia tidak lahir dari pertengkaran kami, so mengapa mereka harus menjadi penonton emosi yang meluap diantara kami?
Bisa2 kalo anaknya melihat ortunya bertengkar, kira2 skenarionya seperti ini:
Bunda : “Saia ini capek, kerja di kantor seharian, belum juga masak, urus anak, bersih2 rumah. Enak aja Ayah main suruh2 seenaknya, Saia sibuk tauu.. Emang saia babu apa!!
Ayah : “Saia juga tape..eh capek! Kerja seharian juga, belum nyuci juga.. Masak Cuma minta dibuatin minum gak mau. Harusnya hormat dong sama suaminya,, Emang saya ini siapa? Kuda..?!!
Anak : “Heh? Bundaku babu.. Ayahkuw kuda.. Trus saia ini apa??”
** Its only a fiction drama in our imagination..n just hope can make U laugh.. hohoo...
4. Kalau Marah Jangan Lebih Dari Satu Waktu Shalat.. : )
Apa pasal? Karena dalam setiap tahiyyat, kita berucap: “Assalamu’alayna wa ‘ala ‘ibadilla his sholihin..” Dan artinya,, “Ya Allah, damai atas kami, demikian juga hamba2Mu yang sholeh.” Nah, kan gak lucu ya, setelah salam sehabis shalat, kami masih marah2an, padahal ketika shalat kami mengucap mohon kedamaian,,hehee.. Plus satu poin utama dari rules ini, kami marahannya tak perlu lama2,hehe.. Andai Dzuhur marah, Ashar harus baikan lagi, dst. ^^,
5. Kalau Kita Saling Mencintai.. Kita Harus Saling Memaafkan
Yupp,,Selama ada cinta,, bertengkar hanyalah proses belajar untuk mencintai lebih intens,, untuk mengerti lebih dalam terhadap pasangan.. : ) Dan pada akhirnya, senyum, pelukan dan kecupan di kening, disertai kata maaf, akan kembali merekatkan dua hati yang memanas, menjadi lebih mesra dari sebelumnya. Cihhuuyy..